Kamis, 17 April 2014

Tetesan Pena untuk Sang Pelita


Kopyah hitam lusuh becorak tersemat rapi diatas kepalanya
Kacamata yang tebal, bagai cahaya yang menjinakkan rabunnya
Tak peduli dengan uban
Masa bodoh dengan cucuran keringat
Dia terus menguntai sabda dan kata kata
Tanpa memerdulikan fakta bahwa orang-orang lucu di depannya tak mau mendengarkan
Dia hanya berharap bahwa sabdanya membawa manfaat.


Di tiap harinya,
Dia harus rela berpisah dengan istri tercintanya
Demi masa depan calon pengusung harga diri bangsa ini.
Sepetak sawah dan sepeda onthel tua di halaman,
Hanya itulah barang berharga kepunyaannya

Di tiap harinya,
Bangun kala fajar menyingsing bagaikan kewajiban
Melawan dinginnya pagi, ia berusaha mandi
Memang, beberapa dari mereka sudah umur,
Namun tentu saja itu bukanlah halangan bagi mereka

Kopi pagi disiapkan, Tas sudah tersusun rapi
Rambut berubannya diolesi minyak, lalu disisir klimis
Kemeja batik khas pekalongan, selalu jadi andalan
Sepatu kunonya disemir, nampak hitam pekat berkilauan

Inilah sang pahlawan !
Mulai mengayuh sepeda tuanya,
Berjalan menerjang terik mentari
Berbekal semangat yang membara, demi Indonesia
Komitmen dan dedikasi selalu menjadi prinsip
Sosoknya memang pahlawan bangsa, walau tanpa tanda jasa

Takzim kala memandang bayangannya mendekat,
Tersenyum ramah kala kau lewati gerbang sekolah,
Sambil mengusap peluh yang mengucur sepanjang pipinya,
Gurat di dahinya telah jelaskan segala perjuangan dan pengabdiannya
Semuanya untuk kami murid-muridnya, demi masa depan bangsa
Negeri Indonesia

Terimakasih guruku,
Kau penerang jalanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar