Tulisan ini pernah dimuat di harian jawapos di rubrik opini entah tanggal berapa,
Nah berhubung saya adalah salah satu Gamers, tulisan ini
sangat menarik buat saya dan akhirnya saya post di blog saya..
Judulnya saya ambil asli, dan penulisnya adalah Rhenald Kasali, seorang Guru
Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia
enjoy…
BELAKANGAN ini, saya menerima banyak keluhan dari orang tua yang anaknya tergila-gila main game. Kalau dibiarkan, sehari mungkin bisa lebih dari enam jam. Sementara itu, mengerjakan PR atau belajar, sulitnya minta ampun.
Begitu pula ketika tiba waktunya untuk berangkat les,
anak-anak kehilangan semangat. Mereka memang berangkat, namun gairahnya redup.
Mereka pergi hanya untuk memenuhi keinginan orang tua.
Sebagian orang tua mengaitkan main game dengan
kinerja anak-anak di sekolah. Katanya, akibat terlalu sering main game,
rapor anak-anaknya menjadi biasa-biasa saja. Mungkin bukan yang terjelek,
tetapi jelas bukan yang terbaik. Bukan juara pertama.
Bukan hanya itu, orang tua juga cemas atas kesehatan
mata dan obesitas. Memang, terlalu lama menatap layar komputer bisa berdampak
negatif terhadap kesehatan mata dan gerakan anak.Karena itu, banyak orang
tua yang melarang anak-anaknya bermain game atau membatasinya hanya
pada hari-hari libur dan jumlah jamnya dibatasi.
Tetapi, tidak sedikit orang tua yang tidak peduli. Mereka
membiarkan anak-anaknya bermain game seharian. Alasannya, supaya
anak-anak tidak mengganggu aktivitas orang tua yang mungkin sedang asyik
menonton TV, membaca buku atau koran, ngobrol, atau bekerja.
Kaya Apresiasi
Well, itulah kaitan dunia game dengan anak-anak
dari sisi pandang orang tua. Namun, supaya fair, saya ajak Anda
sebentar untuk melihat dunia game dari sisi pandang anak-anak.
Inilah pengamatan saya. Orang tua, ingatlah, game memberi
anak-anak kita dunia yang sama sekali berbeda dengan dunia nyata.
Dunia game bagi anak-anak kita sangat apresiatif.
Ketika anak kita bergabung dalam suatu game, mereka
langsung disambut dengan meriah. ’’Selamat datang. Inilah pahlawan yang akan
membebaskan bangsa kita dari cengkeraman makhluk jahat.’’ Begitu sambutannya.
Lalu, anak-anak kita dibrifing dengan jelas tentang
musuh-musuh yang bakal mereka hadapi. Siapa saja mereka, apa saja kehebatannya,
dan sebagainya. Untuk menghadapi mereka, anak-anak kita juga dibekali
berbagai senjata ampuh dan amunisi lainnya. Pada usia muda itu, mereka
diperbolehkan memilih senjata atau perlengkapan lainnya yang sesuai dengan
kebutuhan. Semuanya canggih dan sangat imajinatif.
Perjalanan petualang pun segera dimulai. Anak-anak kita
mulai beraksi. Setiap berhasil menaklukkan lawan-lawan yang menghadang
sepanjang perjalanan, mereka akan dielu-elukan. Bahkan diapresiasi dengan
tambahan senjata atau perlengkapan yang lebih canggih.
Ketika gagal, anak-anak kita juga tidak dihukum atau dicaci
maki. Sebaliknya, malah dihidupkan kembali, disuruh mencoba lagi, coba
lagi, dan coba lagi. Sampai berhasil.
Lalu, ketika anak-anak kita berhasil mengalahkan,
apresiasinya sungguh luar biasa. Ada tepuk tangan yang gemuruh dengan pesta
kembang api. Anak-anak kita betul-betul disanjung sebagai pahlawan. Mereka pun
bisa bertemu para hero lainnya dalam pesta para juara yang mempertontonkan
kehebatan mereka.
Dunia Nyata
Itulah dunia game anak-anak kita. Sangat
apresiatif. Bagaimana dengan dunia nyata yang mereka hadapi sehari-hari?
Selain instruksi gurunya yang satu arah dan sering tidak
jelas, ketika anak melaporkan bahwa nilai ulangannya jelek, orang tua dan
guru sering bereaksi berlebihan. Budaya pengajaran kita masih amat gemar
menghukum. Orang tua pun gemar menegur. Sebagian mungkin marah-marah.
Padahal, untuk melaporkan nilai ulangannya yang jelek,
anak-anak perlu membangkitkan keberanian. Mereka juga cemas akan menghadapi
murka orang tuanya.
Berbeda bukan dengan dunia game yang tidak
mengenal hukuman? Sebaliknya, anak-anak kita ditantang untuk mencoba lagi.
Kalau gagal lagi, coba lagi, coba lagi, dan coba lagi. Begitu terus sampai
berhasil.
Lalu, bagaimana kalau nilai ulangan anak Anda bagus?
Nilainya 100? Apa yang Anda lakukan? Sebagian orang tua mungkin memuji,
sebagian lainnya hanya berdehem kecil, ’’Ehm, bagus.’’ Tetapi, anak-anak kita
jeli. Meskipun kita mengucapkan kata bagus, mereka bisa merasakan tidak adanya
ketulusan di situ. Lalu, di sekolah, mereka juga dikucilkan dengan average
students, dijadikan ancaman dan menjadi anak yang kurang gaul.
Sekali lagi, berbeda bukan dengan dunia game? Dengan
nilai ulangan 100, kalau di dunia game, mungkin anak-anak kita sudah
dielu-elukan.
Begitulah sejak kecil kita dibesarkan dan membesarkan
anak-anak dalam lingkungan yang miskin apresiasi. Alhasil, kita menjadi begitu
sulit memuji, tetapi sangat mudah mengkritik. Kita paling suka mencari-cari
kekurangan orang lain, tetapi sulit sekali untuk melihat kelebihannya. Apalagi
kalau orang lain itu adalah pesaing kita.
Itulah dunia nyata kita. Karena itu, tidak heran kalau
sekarang kita menyaksikan dunia sekitar kita yang sibuk bertengkar. Pemerintah
dengan DPR atau DPRD. Polisi dengan KPK. Hakim dengan jaksa. Satpol PP dengan
masyarakat. Semua serba berebut dan amat kekanak- kanakan. Meski
kompetensinya tidak bermutu, jabatan dipaksakan pada badannya. Dan sebagainya.
Melelahkan.
MEGA Fusion 2021 for DFS -Tianium Arts
BalasHapusWith the launch of titanium gold MEGA Fusion we snow peak titanium can launch a new used ford edge titanium and improved titanium dioxide sunscreen Fusion Fusion package with MEGA Fusion: Fusion™ - An enhanced titanium trim as seen on tv version of the Fusion™ line.